Penguasa dan pejabat orde baru selalu bersorak pancasila sebagai ideologi negara yang benar-benar unik dan mempunyai ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan negara lain. Semangat yang menggebu tersebut tersorak dalam berbagai pidato, slogan media massa dan alat untuk menjatuhkan serta menyanjung orang lain.
Pancasila dalam semangat orde baru tentunya bukan Ideologi/negara agama dan bukan negara sekuler. Ideologi yang bukan atas dasar individualisme maupun bukan berdasarkan ideologi kolektivisme. Hali ini secara substansi sejatinya memang benar, tetapi karena celetukan ini disampaikan oleh penguasa/pejabat yg tidak konsekuen maka meminjam dari pernyataan Prof. Mahfudz MD berarti ini "konsep yang bukan-bukan".
Memperjelas bahwa konsep pancasila sebagai dasar negara indonesia yang "bukan-bukan", maka perlunya alur pikir menggunakan beberapa pendekatan dengan melihat dalam kacamata "Development of State Paradigm", yaitu:
1. Classic
2. Modern
3. Post Modern
4. After the Post Modernism
Maka sejatinya bahwa pancasila justru mempertemukan antara ciri-ciri agama dan sekuler dari bermacam-macam konsep yang saling bertentangan (Integrated of Post Modern State)
Berbeda dengan "Oligarki dan Monarki" yang telah diadopsi pada negara klasik (Classical State) dengan mengambil konsep pada Plato dan Aristoteles. Hal ini terbukti jauh sebelum Masehi pernah diterapkannya konsep Monarki dan oligarki, seperti:
- Raja Ramses (29-20 SM)
- Zaman Hamurabi (24-10 SM)
- Dinasti China (9 SM)
- India (7 SM)
- Yunani (5-3 SM)
- Romawi Kuno (2-6 SM)
Wajah Abad ke-9 M pun menunjukan jati dirinya dalam bernegara yaitu bercirikan konsep sekularisasi (modern state) dengan ditandai fungsi eksekutif, legeslatif dan yudikatif yang dijalankan secara demokratis (dari, oleh dan untuk rakyat). Hal ini menunjukan bahwa konsep "negara sekuler" sebagai puncak keemasan dari keselamatan Agama sebagai kambing hitam oleh Oligarkisme dan Monarkisme sebelumnya.
Konsep negara Indonesia dalam "Developmant Of State Paradigm" jika dilihat dari kacamata sejarah menurut penulis masuk dalam kategori "Integrated of Post Modern State", mengingat bahwa bagaimanapun juga banyak golongan beragama yang menanamkan nilai-nilai religious dalam konsep bernegara (tatanegara)
Artinya, bahwa negara pancasila yang katanya "konsep yang bukan-bukan" ini bisa juga disebut sebagai "religious nation state" atau sebuah kebangsaan yang religious (bukan menuntut agama tertentu saja).
Negara Pancasila bukan individualisme hanya memutlakkan hak dan kebebasan individu melainkan secara fitrah bahwa manusia ialah makhluk sosial, dan bukan juga kolektivisme karena yang ingin menyamakan manusia tapi tak menghargai hak dan kebebasan individu. Tetapi pancasila mempunyai konsep keseimbangan antara kepentingan pribadi/perseorangan dan kepentingan bersama serta nilai sosial antara paguyuban dan patembayan (Penjelasan lebih lanjut baca Mahfudz MD, Perdebatan Hukum Tata Negara).
jadi, jelas sekali bahwa konsep dari negara pancasila ini merupakan "modus vivendi" (kesepakatan luhur) bangsa Indonesia yang sulit dan mungkin tak tergantikan. Tinggal lagi bagaimana perkembangan Indonesia mendatang untuk menutupi pelbagai kekurangan dan memelihara pelbagai kelebihan dalam konsep bernegara ini (Adaptation for Integrated to Latency) menuju Indonesia yang mapan "after the pos-modern".
Oleh: Ali Akhbar S.Th.I
KOMEN KALLUU.. :)