Tanggal 15 September
1818, bendera Belanda Berkibat di tanah Sambas. Comisaris Belanda saat
itu bernama ” Muller “ meminta persejuan kepada Sultan Sambas ( Pangeran Anom /
Sultan Muhammad Ali Syafiuddin ) Untuk datang ke Kongsi Cina di Mandor atas
dasar permintaan penduduk cina yang bermukim di Mandor, namun Permintaan
tersebut tidak diindahkan. Karena hal
tersebut, belanda berupaya untuk menguasai kongsi – kongsi Cina yang ada di
daerah kekuasaan Sambas.
Pada Tanggal 23 September 1818, Muller diangkat
sebagai pejabat Residen Sambas. Hanya satu hari setelah pengangkatan yakni di
tanggal 24 September 1818, Muller mengumumkan bahwa, berdasarkan persetujuan
dengan Sultan Sambas, seluruh orang Cina dibawah pemerintahan Hindia Belanda.
Siapapun yang tak mengindahkan dan berusaha melawan hukum akan ditindak dengan
sangat tegas. Sebagai tindak lanjut dari pengumuman tersebut, pada tanggal 28
September 1818, Muller mengadakan pertemuan dengan pemimpin – pemimpin kongsi dan
dihadiri oleh kongsi, Sam Tio Kiu, Thai Kong, Han Nin, Sun Fuk, Tai Fo, dan Han
Fo,
Beberapa tahun berikutnya tepat pada tanggal 2 September
1822, Belanda berhasil mengeluarkan sebuah peraturan antara pemerintah Hindia
Belanda, Kesultanan Sambas, dan kongsi Cina di Menterado yang mengatur hak dan
kedudukan Belanda, Kesultanan, dan Kongsi Cina. Peraturan ini membuktikan dalam
masa yang relatif singkat berada di Sambas, mereka telah dengan nyata ingin
menguasai kongsi – kongsi pertambangan emas Cina. Dan Kekayaan Sambas yang
selama ini menjadi sumber penghasilan kerajaan telah dikuasai oleh pihak
Kolonial Belanda.
Perundingan segitiga antara Pihak Belanda,
Kesultanan, dan Kongsi – kongsi Cina, menghasilkan sebuah keputusan yang
terdiri dari 29 pasal, diumumkan pada tanggal 22 September 1822. Pihak Thai
Kong yang menguasai daerah Lumar, Lara, dan Monterado, merasa dirugikan karena
merasa adanya daerah mereka yang dimasukkan kedalam daerah Kongsi Sam Tio Kiu.
Lalu pada permulaan tahun 1823, Kongsi Tai Kong,
mengadakan pemberontakan untuk merebut daerah lara yang telah diklaim oleh
kongsi Sam Tio Kiu. Sementara ini pihak kongsi Sam Tio Kiu tidak tinggal diam
atas pemberontakan tersebut, dengan dibantu oleh pasukan Belanda, dan
Kesultanan Sambas, serta orang – orang cina yang bermukim di Sambas, orang –
orang Thai Kong dapat dipukul mundur, untuk merebut kembali lokasi Lara yang
sebelumnya telah direbut, dengan begitu mereka dengan terpaksa meninggalkan
beberapa lokasi seperti Lara, dan Sepang untuk mengadakan konsolidasi di
Menterado.
Pada tanggal 28 Februari 1823, pasukan Kongsi Thai
Kong yang berjumlah 800 orang menggempur pasukan Belanda, namun naas bagi
mereka penyerangan ini hanya menghasilkan kekalah akibat bersatunya pasukan
Belanda dan Kongsi Sam Tio Kiu untuk melawan pasukan Thai Kong. Atas kekalahan
tersebut, tepat pada tanggal 5 Maret 1823, penduduk Cina Monterado menulis
surat kepada Comisaris Belanda dan Residen Belanda untuk memohon ampun dan
mengakui kekalahan mereka dengan bersumpah di kelenteng.
Pada Tahun 1824, semua kongsi – kongsi tambang emas
cina dibubarkan oleh Belanda. Dengan demikian pada tahun 1847 semua orang Cina
dinyatakan berada langsung dibawah kekuasaan Hindia Belanda, dan tidak lagi
boleh bernaung dibawah Kongsi.
Sebagaimana kongsi – kongsi di Mandor yang menamakan
gabungan kongsi dengan Lan Fong ( Anggrek Harum ), demikian pula dengan kongsi –
kongsi didaerah Sambas ini. Sebelum adanya persengketaaan, kongsi di Sambas
tergabung dalam sebuah kongsi induk bernama Fow Sun ( Semua Selamat ).
Beberapa tahun kemudian, bersamaan dengan meletusnya
perang dunia 1 tahun 1914, orang –orang cina di Pantai Utara Kembali melakukan
perlawanan kepada pihak Hindia Belanda, dengan gerakan yang bernama Sam Tiam (
Tiga Kode ), Dan makar ini berhasil ditumpas pada tahun 1916.
Untuk memperingati ke-2 peristiwa ini, di Menterado
didirikan sebuah tugu peringatan dan pada prasasti tersebut tertulis : TER
NAGEDAGHTEN AAN DE GEVALLEN TE MONTERADO.
Rakyat Kalimantan Barat menamai pemberontakan Sam
Tiam tahun 1914 ini dengan sebutan “
PERANG KENCENG,”.
Rujukan :DI catat ulang dari Buku Sejarah Kesultanan Dan
Pemerintahan Daerah " diterbitkan oleh Dinas Pariwisata Pemda Kabupaten
Sambas Tahun 2001
KOMEN KALLUU.. :)