Singbebas.info – Pangkak Gasing merupakan sebuah permainan
rakyat yang telah turun - temurun dari era leluhur Sambas. Hingga saat ini eksistensi dari permainan
pangkak gasing atau dalam bahasa dayak “ Bapangkak Gasikng “ masih dipertahankan oleh masyarakat
Sambas. Kemunculan permainan pangkak
gasing di Kabupaten Sambas, disinyalir mempunyai keterkaitan dengan kepercayaan
yang bersifat animisme yaitu sebagai permainan yang di lakukan sebelum musim
panen padi tiba. Sebelum agama Islam tersebar luas di bumi Sambas, masyarakat
percaya apabila permainan gasing dilakukan sebelum waktu panen padi, maka akan
mengakibatkan melimpahnya hasil panen.
Namun di era moderenisasi seperti sekarang,
permainan gasing menjadi hiburan bagi masyarakat untuk mengisi waktu luang pada
pagi dan sore hari. Selain itu bepangkak gasing pula selalu di ikut sertakan
dalam menyemarakan perayaan budaya, hari – hari besar suku Melayu maupun Dayak.
Mengenai penamaan dari permainan ini juga terdapat
kesamaan antara suku Dayak Kanayatn dan Sambas. Konon istilah yang disebutkan
masyarakat Dayak untuk gasing adalah “Pangka atau Bapangka’, begitu juga
sebaliknya masyarakat Sambas juga mengenalnya permainan ini dengan sebutan
Pangka’ atau Bepangka’.
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak kanayatn permainan
ini bukan hanya merupakan sebuah
permainan budaya biasa, namun mempunyai makna histori dari nilai – nilai kehidupan
manusia di dunia. Dengan itu mereka menganggap Pangka’ gasing merupakan tradisi
adat yang kegiatannya di atur pada musim bahuma ( beume = Sambas ) ataupun berladang, yaitu ketika padi mulai ditanam hingga tiba masa
panen raya ( beranyi = Sambas )
Menurut legenda yang beredar mengenai pangka gasing
ini, Konon pada masa itu seorang putra kayangan turun ke bumi karena tak
sengaja melihat anak talino ( manusia ) sedang bermaian dihalaman rumah. Putra
kayangan tertarik dengan permainan yang yang dimainkan oleh seorang manusia,
dengan melempar potongan kayu dengan tali mengakibatkan kayu terbsebut
berputar.
Melihat permainan tersebut, anak kayangan merasa
bahagia dan penasaran dengan sepotong kayu yang dibentuk berputar – putar.
Kagum akan permainan tersebut, anak talino di ajak untuk ke kayangan
bersamanya, lalu membawa benda yang dimainkannya.
Ketika sampai di kayangan, anak talino diminta untuk
memainkan kembali permainan tersebut di hadapan anak – anak kayangan. Dengan
demikian, anak kayanganan kagum dengan permainan tersebut. Setalah memainkan
kayu berputar tersebut, anak talino dihidangkan makan oleh penguni kayangan,
tanpa ia sadari, anak talino telah memakan sesuatu yang tak pernah ia temukan
sebelumnya di bumi. Makanan yang diberikan tersebut adalah makanan berbiji
putih dengan rasa yang begitu nikmat serta mengenyangkan. Melihat anak talino
menyukai makanan yang dihidangkan, anak kayangan berjanji untuk memberikan
makanan tersebut pada talino, namun dengan syarat, manusia harus tetap
memainkan permianan memutar kayu dengan mengunakan tali.
Tak lama setelahnya, anak manusia di kembalikan ke
bumi. Sesuai dengan permintaan anak kayangan, dengan begitu anak manusia selalu
memainkan permainan itu dibumi. Beberapa bulan kemudian, datanglah anak bangsa
kayangan dengan membawa sebutir biji putih. Benda kecil putih tersebut sengaja
disembunyikan oleh anak kayangan pada orang tuanya, takut kemurkaan orang
tuanya saat mengetahui biji tersebut diturunkan ke bumi. Demi menyembunyikan
biji tersebut dari orangtuanya, anak kayangan meminta anak manusia ( Talino )
untuk menanam benda putih kecil tersebut di tempat yang tersembunyi. Dan anak
manusia menyetujui permintaan bangsa kayangan, lalu menanam biji tersebut di
dapur tempat pembakaran yang ada dalam rumah.
Beberapa waktu kemudian, benda putih yang ditanam di
dapur menampakkan pertumbuhan dengan cepat, dan siap untuk dipanen. Ajaibnya, 1
benih biji yang ditanam oleh anak manusia dapat menumbuhkan beribu – ribu biji
putih. Oleh anak manusia, bijian tersebut di kembangkan kembali hingga saat
ini, dan menjadi asal – muasal padi di Sambas.
Hingga sekarang, permainan pangka’ gasing dimainkan
anak manusia ketika musim bercocok tanam hingga musim panen padi. Atas alasan
tersebut, permainan pangkak gasing telah dilakukan secara turun – temurun oleh
masyarakat Melayu dan Dayak yang berada di Kabupaten Sambas sekaligus
memperingati masa turunya padi di bumi.
Untuk melestarian permainan ini, tidak jarang
masyarakat Kabupaten Sambas membuat sebuah kompetisi pangka’ gasing demi
terjaganya permainan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang dimasa dahulu.
Benang merah yang dapat di ambil dari legenda diatas
adalah, terdapat hubungan erat antara permainan pangka’ gasing dan turunnya
padi di Sambas. Demi mengingat ketertarikan tersebut, hampir seluruh masyarakat
Melayu dan Dayak di Kabupaten Sambas membuat sebuah tempat khusus untuk
menyimpan padi yaitu lumpung/ dangau, lalu di sisipkan gasing diantaranya, yang
disebut Gasing Gantang.
Ukuran Gasing Gantang yang disimpan didalam
dangau/lumbung padi, berukuruan sama dengan penakar atau timbangan yang
digunakan masyarkat dahulu untuk mengukur / menimbang padi yang disebut
Gantang. Sedangkan tempayan/pasu yang digunakan untuk menyimpan beras juga
disisipkan gasing cupak sebagai penutup dari mulut tempayan.
KOMEN KALLUU.. :)