Zaman dahulu di daerah pedalaman Kecamatan Tebas,
Kabupaten Sambas terjadi sebuah fenomena alam langka yaitu munculnya sebuah
batu misterius di tengah – tengah sungai. Menurut cerita yang beredar, batu
tersebut merupakan jelmaan dari seorang pria bernama Nek Jage. Seiring
berjalanannya waktu, cerita ini menjadi cerita khas Dayak Salako Badamea di
Kabupaten Sambas, dan secara turun – temurun diceritakan pada anak cucu hingga
sekarang.
Konon dimasa lampau di Gunung Pelanjau terdapat
sebuah keluarga yang hidup dengan rukun dan bahagia, Dengan suami bernama Nek
Jage, dan istrinya bernama Nek Sari. Kedua orang tua tersebut tinggal bersama
anak laki – laki bernama amat, dan menantunya ( istri amat ) bernama Minah,
pula mempunyai seorang cucu yang bernama Maman, anak dari perkawinan Amat Dan
Minah.
Anak laki – laki dari pasangan Amat dan Minah
terbilang sangat manja, dan menjadi cucu kesayangan dari Nek jage dan Istrinya.
Saking sayangnya nek jage pada cucunya, apapun yang diminta sang cucu maka nek
jage dan istri akan berusaha mengabulkannya demi kebahagiaan si Maman, cucu
semata wayangnya.
Diceritakan saat dini hari sebelum matahari
memancarkan sinar di balik Gunung Pelanjau, Nek jage telah membuka mata untuk
melakukan kegiatan berburu. Segala peralatan berburu telah dipersiapkan oleh
Nek jage, Sedangkan sang istir Nek sari menyiapkan bekal untuk sang suami.
Setelah semua siap, Nek jage berpamitan kepada sang istri untuk segera
berangkat berburu di tengah hutan belantara yang masih sangat gelap.
Nek jage keluar masuk hutan untuk mencari binatang buruan,
namun miris baginya selama beberapa waktu berburu, Nek jage tidak mendapatkan
buruannya. Merasa letih akan pencariannya, Nek jage beristirahat sejenak
disebuah batang pohon lalu menyandarkan tubuhnya yang kurus, sambil
membayangkan wajah cucunya yang sedang lelap tidur dirumah.
Ketika duduk dibawah pohon, nek jage mendengar kicau
burung dari kejauahan. Saat ia melihat lompatan burung di dahan kayu, ia
mencoba menangkap burung tersebut, namun sayang usaha nek jage gagal.
Tak sadar bagi Nek jage, kini matahari berada tepat
diatas kepala, tapi nek jage belum mendapatkan se-ekorpun binatang buruan. Hal demikian
membuat nek jage kecewa, namun ketika mengingat wajah cucunya yang lucu, rasa
kekecewaan tersebut berubah menjadi semangat bagi nek jage, dengan demikian nek
jage terus mencari binatang buruan.
Hutan yang dimasuki Nek Jage terbilang sangat lebat,
namun tak menciutkan nyali nek jage untuk mencari binatang buruan. Penantian
nek jage seakan terbayar ketika ia melihat seekor pelanduk tak jauh dari
keberadaannya. Nek jage bersiap melemparkan tombak pada binatang itu, namun
sayang, pergerakan Nek jage diketahui binatang tersebut dan nek jage kembali
gagal mendapatkan binatang buruannya. Perburuan Nek jage kali ini tidak
membuahkan hasil, dan ia memutuskan untuk kembali kerumah untuk menemui
Istri,anak, dan cucunya Maman.
Ke-esokan harinya Nek jage kembali berburu, namun ia
berangkat lebih awal dari waktu sebelumnya dan keepergian Nek jage tidak
diketahui oleh sang istri. Didalam perjalanan saat berada ditengah Hutan, tiba –
tiba lampu suluh yang terbuat dari manggar kelapa padam, membuat nek jage
terjebak didalam gelapnya hutan. Diantara gelap hutan nek jage melihat sebuah cahaya,
spontan ia mendekati cahaya tersebut dengan maksud memanfaatkannya sebagai
sumber penerangan.
Sumber cahaya yang terlihat oleh nek jage, merupakan
pancaran cahaya dari tumbuhan Kulat Kerang ( Cendawan . Nek jage menempelkan
tumbuhan tersebut dikeningnya sebagai alat penerangan di dalam hutan. Ketika
cahaya tersebut menerangi sekitar, terlihatlah se-ekor babi hutan yang
tertidur, uniknya, saat terkena cahaya cendawan, babi hutan langsung terkapar
tak berdaya. Melihat kejadian demikian, nek jage merasa bahagia, karena tak
perlu bersusah payah untuk mencari hewan buruan.
Nek jage girang bukan main dengan apa yang
ditemukannya, hingga tawanya terdengar keseluruh penjuru hutan. Tak lama
kemudian, ia menemukan se-ekor kijang, ketika Kijang terkena cahaya yang
terpancar dari kullat, kejadian yang samapun terulang lagi, Kijang tiba – tiba mati
terkapar. Merasa puas dengan hasil buruannya, nek jage bermaksud untuk pulang
kerumah untuk menemui sang cucu. Saat nek jage sampai di Pondok kediamannya,
nek jage heran sebab istri,anak, dan cucunya tak berada dirumah, dan
mengindahkan panggilannya. Nek Jage kembali memanggil – manggil penghuni rumah,
namun tetap saja tak ada sahutan darinya.
Tak lama kemudian, terdengar suara sang cucu yang
sedang bermain di dalam Bauh. ( Tempat menyimpan padi terbuat dari kayu dengan
dinding yang sangat tebal ). Nek Sari sengaja menempatkan cucunya didalam bauh,
agar Maman tidak bermain ke arah sungai. Kakek segera mendatangi lokasi maman
bermain, saat berhadapan dengannya, seketika Maman jatuh tersungkur di lantai
bauh dengan keadaan tak bernyawa. Penyebabnya adalah cahaya kulat yang
terpancar dari kening nek jage. Sadar dengan bahayanya cahaya tersebut, Nek
jage mencoba melepaskan kulat yang menempel didahi, namun usaha yang dilakukan
Nek Jage sia – sia.
Nek jage begitu terpukul karena kematian sang cucu,
hingga ia melampiaskan kekecewaannya dengan mengamuk dan menghancurkan pondok
kediamannya hingga rata dengan tanah.
Tak lama kemudian, sang istri dan anak,menantu datang seraya terkejut melihat
kondisi pondok roboh serta Maman yang terbujur kaku.
Tak berselang lama dari kematian sang cucu, seketika
hujan turun dengan derasnya, beserta angin dan petir yang menyambar. Kilat –
kilat menyambar pohon yang berada diarea kediaman Nek jage, tak butuh waktu
lama, area tempat kediaman mereka telah rata dengan tanah. Hujan yang turun
tiada hentinya membuat sungai dekat tempat kediaman Nek Jage ( Sungai Sebangkau
) meluap, diiringi batu besar yang berada digunung Pelanjau lonsor, dan masuk kedalam sungai.
Meluapnya sungai Sebangkau menelan Nek jage dan
seluruh keluarganya, Pada saat itu pula muncul bebatuan besar dari dalam
sungai, dan nek jage telah menjadi batu, sesuai dengan permintaannya pada
dewata saat terbunuhnya sang cucu.
Hingga sekarang batu
Nek jage terlihat kokoh di tengah sungai Sebangkau di Kecamatan Tebas,
di Desa yang bernama Batu Mak Jage, dusun Pelanjau.
Referensi
-
Buku SI Belangga dan Putri Raja terbitan
tahun 2011, Romeo Grafika Pontianak.
KOMEN KALLUU.. :)