Suku Sambas adalah suku asli Kalimantan yang
berbudaya Melayu dengan begitu penduduk setempat mengenalnya dengan suku Melayu
Sambas. Suku ini sebagian besar tersebar di wilayah Kabupaten Sambas, Kota
Singkawang, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Mempawah, dan sebagian kecil juga
terdapat di kepulauan Riau dan Sarawak ( Malaysia ).
Jika ditilik melalui pola migrasi di masa lalu,
Melayu Sambas termasuk dalam kategori Melayu Tua ( Proto Melayu ), sama halnya
dengan suku lainnya yang tersebar di Kalimantan Barat, seperti Suku Dayak, Suku
Melayu Kalimantan Barat, suku Banjar, suku Kutai, suku Paser, suku Tidung, dan
Berau.
Namun berdasarkan ilmu linguistik, Melayu Sambas
termasuk dalam rumput Dayak, khususnya dayak Melayik. Suku ini merupakan
gabungan dari 3 suku dayak yaitu meratus/bukit, dayak iban dan dayak kanayatn.
Pula suku asli Kalimantan yang berbudaya melayu seperti suku Banjar, suku
Berau, suku Kendayan, Brunei, dan senganan juga termasuk dalam kategori Dayak
Melayik.
Sekarang in, Suku asli Kalimantan berbudaya Melayu
yang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Suku Kutai, suku Bulungan, suku
Paser, dan Suku Tidung. Bernd Notherfer dalam
kajiannya menganalisis isolek, dialek ucapan bahasa dengan meminjam Adelaar ( 1992 ) yang disebut Bahasa
Melayik Purba merupakan turunan dari bahasa Austronesia seperti dialek Iban,
Sambas, Brunei,Berau,Sarawak,Kutai, Banjar, Ketapang, Bangka, Minangkabau,
Jambu, Melayu baku dan Betawi.
Jauh sebelum berdirinya kesultaan Sambas, Nama Sambas telah dikenal sejak zaman
pemerintahan Ratu Saboa Tangan Pangeran
Adipati Sambas atau biasa disebut dengan Panembahan Sambas yang bercorak
Hindu. Pusat kota Penambahan Sambas berpusat di Kota Lama ( Sekarang Kecamatan
Galing ). Hal tersebut juga dibuktikan dalam Kakawin Nagarakretagama atu biasa
diseut dengan Kakawin Desawarnana
yang ditulis tahun 1365 Masehi menyebutkan bahwa Sambas sebagai salah satu
negeri di Provinsi Tanjungnagara ( Beribu kota di Tanjungpura ) yang merupakan
wilayah yang ditaklukan oleh kerajaan Majapahit oleh patih Gajah Mada.
Sebutan Melayu Sambas, muncul ketika dinasti
Kesultanan Sambas mulai bercorak Islam. Sebelum kedatangan Islam di Sambas,
suku Dayak Kanayatn dan suku Dayak Salako telah lebih dulu mendiami lokasi
dekat aliran sungai Selakau dan Sungai Sambas, beserta cabangnya. Seperti yang
diutarakan Simon Takdir ( 2006 ) ,
Masyarakat asli Kalimantan yang masuk Islam di daerah Selindung, Selakau,
Tabing daya, Galing, Pemangkat, dan sekitar Gunung Gajah, menyebut dirinya
melayu Sambas. Keyakinan tersebut berasal dari sebuah temuan dari beberapa
generasi tua didaerah ini, walaupun mereka telah memeluk islam, namun mereka
tetap mengaku bahwa, kakek dan nenek moyang mereka merupakan orang suku dayak,
dan ada pula menyebutkan ibu bapak mereka merupakan orang dayak.
Menurut penuturan Munawar (2005) Suku Melayu di Kalimantan termasuk Sambas pada
dasarnya terdri dari Melayu asli yang berasal dari Sumatera dan Semenajung
Malaka dan orang dayak yang mengalami proses Islamisasi dapat juga disebut
dengan Senganan. Namun presentase
jumlah pendatang dari Sumatera dan Semenanjung Malaka terbilang sangat sedikit
jika dibandingkan dengan Pribumi Sambas yang pada awalnya didiami oleh suku
dayak.
“ Menurut Bakran Suni ( 2007 ) Bahwa asal – usul suku
bangsa Melayu Sambas dapat dibagi ke dalam dua golongan, antara lain
1. Berasal
dari keturunan raja kesultanan Sambas
2. Suku
bangsa lain yang memeluk agama Islam dan berbahasa Sambas”.
Benang merah yang dapat kita tarik dari permasalahan
diatas ialah asal – usul suku Melayu
Sambas tunggal dan tidak pula berasaskan pada pola keturunan, namun dapat
dikatakan sebagai orang Sambas yang beragama Islam dan berbahasa Sambas. Dengan
demikian Suku Melayu Sambas dan Islam memang
tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya.
Secara Biologis, Melayu Sambas adalah Penduduk Asli
Kalimantan yang pada periode awal mereka hidup sebagai manusia purba, baik
dalam kultur maupun kepercayaannya. Periode kedua, Peradaban Melayu Sambas
telah bercorak Hindu dan hampir semua kerajaan Melayu tunduk di bawah pengaruh
kekuasaan Majapahit, yang berlangsung pada abang ke-14 Masehi.
Sebagaimana kerajaan lain di Kalimantan Barat,
dominasi kerajaan Majapahit di kerjaan Panembahan Sambas adalah dengan adanya keterlibatan langsung seorang
anak keturunan penguasa Majapahit di Kerajaan ini.
Setelah runtuhnya Penambahan Sambas, Masuklah ke
Periode ketiga dimana peradaban melayu Sambas telah bercorak islam di era
pemerintahan Kesultanan Sambas. Diyakini Kerajaan Sambas tidak mempunyai
keterkaitan dari aspek nasab/keturunan dari kerajaan Panembahan Sambas.
Proses dakwah Islam yang dilakukan pada masa
Pemerintahan Kesultanan Sambas, menggunakan pendekatan pembaharuan, baik dalam
bentuk perkawinan maupun dalam bentuk asimilasi antar adat setempat dan agama/
kepercayaan masyarakat setempat dengan ajarak Islam. Dengan demikian ciri khas
kehidupan keagamaan masyarakat Melayu Sambas di masa berikutnya bertopang pada
penyangga ajaran Islam dan Budaya lokal.
Seperti yang di katakan oleh Husna Asmara ( 2002 )
Menyikapi tekad mufakat masyarakat Kalimantan, pengertian melayu Sambas ini
merujuk kepada eksistensi suku bangsa melayu yang ada di sambas sejak berdirinya
kesultanan Sambas ( 1040 M / 1631 M ) hingga sekarang. Tanpa menyertakan Melayu
Tua seperti yang dikonsepsikan oleh Muhammad yusoof Hasyim berkenaan dengan
melayu zaman Pra-sejarah ( zaman batu dan logam ) dan melayu zaman sejarah
pengaruh Hindu dan Budha ( 1992 ), serta yang dikonsepsikan oleh Prof. James T.
Collins tentang The Prehistory Of Malay and Early Malay ( 1998 ) sehingga
olehnya digagas perluasan makna melayu dengan konsep “ Alam Melayu “ (
Yusriadi,2003).
KOMEN KALLUU.. :)